Gunung Kawi (Di Kabupaten Malang)
Gunung Kawi merupakan salah satu tempat wisata ritual yang berada di Desa Wonosari. Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Secara geografis pesarean Gunung Kawi berada kira-kira 30 Km disebelah barat kota Malang, menuju ke selatan kota Kepanjen, selanjutnya kearah barat menuju ke wisata Gunung Kawi. Di bawah lereng terlihat dua patung raksasa sebagai penjaga pintu gerbang. Dan kemudian masuk melalui gapura 1 kemudian gapura 2 dan gapura 3 hingga berada di pelataran pesarean Gunung Kawi.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain :
1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;
2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga;
3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;
4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera;
7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat. Patung Kwan Im di Gunung Kawi terbuat dari bahan kuningan dengan tinggi patung 8 meter. Patung ini di letakkan dalam gedung di selatan pesarean gunung kawi. Pembangunan Gedung dan patung Kwan Im ini sejak tahun 2008, selesai bulan oktober tahun 2009.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.
Makam Sunan Bonang (Di Kabupaten Tuban)
Tuban merupakan sebuah kota kecil yang disebut sebagai “kota wali” karena banyak nya makam wali yang ada di Kabupaten Tuban ini. Salah satu tempat yang sering didatangi oleh wisatawan adalah makam Sunan Bonang. Makam Sunan Bonang merupakan situs wisata ziarah terakhir yang termasuk kedalam rangkaian wisata ziarah wali lima di Jawa Timur. Makam ini terletak tak jauh dengan alun-alun Tuban dan Masjid Agung Tuban, lebih tepatnya berada di di Kelurahan Kutorejo Tuban (belakang Masjid Agung Tuban). Sunan Bonang atau Makdum Raden Ibrahim adalah putra sulung Sunan Ampel Surabaya. Diceritakan bahwa Sunan Bonang tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, sehingga dapat dipastikan ia mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan Agama Islam. Dia juga dipercayai sebagai Imam pertama (pemimpin agama) dari masjid besar di Demak, di mana ia membantu dalam proses pembangunan masjid tersebut. Dia sangat dihormati oleh para pengikutnya. Dia juga terkenal dengan karya tulis nya yang luar biasa. Karya nya merupakan sebuah karya tulis yang berisi pemikiran keagamaan dan budaya bercorak sufistik. Dakwah melalui seni dan aktivitas budaya merupakan senjatanya yang ampuh untuk menarik penduduk Jawa memeluk agama Islam. Sunan Bonang bersama Sunan yang Lainnya merupakan pengubah arah estetika gamelan. Sehingga ketika ditabuh nuansa hindu nya bersatu dengan estetika sufi. Inilah formula jitu yang menyebabkan masyarakat di tanah jawa berbondong-bondong masuk agama Islam. Sunan Bonang Juga menambahkan instrument baru pada gamelan, yaitu bonang. Bonang merupakan alat musik dari Campa, yang dibawa dari Campa sebagai hadiah perkawinan Prabu Brawijaya dengan Putri Campa, yang juga saudara sepupu Sunan Bonang. Alat musik lainnya yang ditambahkan di dalam gamelan adalah rebab yang merupakan alat musik arab yang sangat dominan di dalam Gamelan Jawa, sehingga memberikan ciri khas tersendiri sehingga menonjol perbedaannya dengan alat musik Gamelan Bali.
Oleh karena itulah, makam Sunan Bonang banyak dikunjungi oleh banyak wisatawan. Mereka rata-rata berasal dari luar kota. Mereka biasanya datang dengan rombongan Bis yang diparkir di Area Parkiran Bus Pariwisata yang jaraknya + 500 m dari Kompleks Makam Sunan Bonang. Pengunjung biasanya menuju ke Makam Sunan Bonang dengan berjalan kaki atau menaiki becak yang sudah mengantre di tempat Parkiran Bis Pariwisata Tuban. Sesampainya di area tersebut, anda akan memasuki gapura depan Kompleks Makam Sunan Bonang dan menemukan sebuah masjid classic yang berdiri kokoh di area makam yaitu Masjid Astana. Masjid ini dulunya merupakan pusat beliau menyebarkan dakwahnya. Biasanya Masjid ini digunakan sebagai tempat beribadah para peziarah pada saat mereka berada di Kompleks Makam Sunan Bonang.
Setelah beristirahat sejenak, atau sekedar melakukan Sholat. Anda dapat memasuki Makam Sunan Bonang. Sebuah makam yang unik karena terbuat dari kepingan porselen kuno yang dihiasi dengan huruf Arab, sementara bagian yang lain dibuat dalam gaya Cina. Sangat indah. Sebuah arsitektur kuno yang masih berdiri kokoh di Kompleks Makam Sunan Bonang. ketika penulis berkunjung untuk membuat artikel ini. penulis melihat adanya penambahan cungkup yang dapat membuat pengunjung lebih nyaman dalam melakukan aktifitas drikir. Selain itu, ini merupakan upaya perluasan yang diupayakan untuk menampung para peziarah.
Makam Sunan Giri (Di Kota Gresik)
Sunan Giri di masa mudanya bernama Joko Samudro atau Raden Paku, kemudian diberi julukan oleh Sunan Ampel atau Raden Rachmat dengan nama Ainul Yaqin, merupakan putra dari Syekh Maulana Ishaq dengan putri Raja Blambangan yang bernama Dewi Sekardadu. Sunan Giri yang dikenal sebagai salah satu tokoh Walisongo mempunyai nama kecil Raden Paku atau Joko Samudro yang lahir pada Tahun 1442 M. Beliau memerintah Kerajaan Giri Kedaton dengan Gelar Prabu Satmoto pada tahun 1487-1506 Masehi.
Menurut cerita tutur, Sunan Giri sebagai ulama besar mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap wali lainnya, terbukti dari peran beliau menjadi hakim dalam perkara Syech Siti Jenar. Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dan dimakamkan diatas bukit dalam cungkup berarsitektur yang sangat unik. Makam Sunan Giri terletak di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas berjarak 4 Km dari pusat Kota Gresik.
Komplek makam yang ada di puncak Bukit Giri ini berada di tengah-tengah makam keluarga dan masyarakat Giri. Lokasi tersebut dapat dijangkau denggan mudah oleh transportasi umum, dan dikawasan tersebut tersedia lahan parkir yang memadai, kios-kios aneka souvenir serta terdapat fasilitas penunjang berupa masjid Giri.
Secara keseluruhan lingkungan makam ini Nampak anggun dan berwibawa. Gapuro (pintu gerbang) berbentuk sepasang naga dengan Candra sangkala yang berbunyi “NOGO LORO WANANING TUNGGAL”
Setiap hari tidak pernah sepi peziarah, namun saat-saat yang paling banyak pengunjung adalah Setiap bulan Ramadhan dari awal sampai akhir, dan pada puncaknya adalah pada malam selawe (25 Ramadhan) sedangkan Haul beliau jatuh pada hari Jum’at terakhir bulan Maulud.
Benda-benda peninggalan – peninggalan Sunan Giri antara lain :
- Pusaka yang sangat bertuah berupa keris bernama kolomunyeng.
- Telaga Pegat yang airnya tidak pernah habis walaupun kemarau panjang.
- Pohon mengkudu yang buahnya diyakini sebagian orang, memberikan isyarat bagi pasangan yang mendambakan keturunan.
- Sajadah (alas sholat)